Thursday, October 02, 2008


The Beast Within: Tamara Blezinsky

Sebelumnya saya mohon maaf kalau cerita saya menyinggung profesi terhormat pengejar berita,

saya hanya ingin membagi kondisi ketertekanan seseorang yang bisa membuat khilaf.
Sekali lagi saya mohon maaf
.

Tamara tampak sendirian di tengah keramaian nite club itu, suara entakan musik, teriakan riuh pengunjung, tampaknya tidak masuk ke dalam jiwa Tamara yang tampak kosong.
'Ternyata memang akhirnya aku sendiri', hati Tamara berkata.

Memang benar, lalu lalang penikmat musik, seakan tak hiraukan sosok perempuan yang pernah begitu populernya menjadi objek masturbasi tiap lelaki, dan menjadi panutan standard kecantikan para wanita.
Mereka seakan tak mengenalinya, tak memperhatikannya. Kesedihannya bertambah dimaraknya permasalahan hidup yang ia hadapi, terutama kekalahannya dalam hak pengasuhan anak, ditambah lagi gencarnya pemberitaan seputar kehidupan pribadinya yang makin meredupkan cahayanya.

Dan kini, seakan semuanya bertumpuk dalam benak Tamara, sudah tak terhitung banyaknya martini, bloody mary, whisky double, bahkan vodka, jack daniels dan jhonie walker masuk dalam pembuluh darahnya. Ia hanya ingin mabuk....

Dengan terhuyung, Tamara melangkah ke luar Nite Club di bilangan Jakarta Utara itu, 'I need a goddamn fresh air', pikirnya. Tubuh limbungnya berjalan terhuyung, ketika di sebuah gang ia melihat beberapa pemulung, pengemis, preman duduk mengelilingi api unggun sambil main judi.

Mata Tamara memancarkan dendam yang amat sangat, kemarahan dan angkara juga berbaur
dalam tatapan matanya. Dan hatinya sudah bulat.
Dengan langkah terhuyung Tamara mendekati mereka.
'Malam, abang semua....', katanya genit. Para penjudi itu sempat terkaget ketakutan, menyangka ada polisi datang, namun demi melihat di depan mereka berdiri mahluk canting yang berbalut sackdress sexy, mereka justru melongo, dan Tamara tertawa meliat liur mereka yang meleleh karena mulut mereka yang menganga lebar.

Sang preman sadar terlebih dahulu, 'eeee.... maaf non, kita sangka hantu...'
'ah abang bisa aja...'
Pandangan mereka menyelidik, dan kembali mereka terkejut...
'Non kan Tamara Blezinsky?' seru mereka tak percaya...
Tamara mengedip binal, 'ia bang saya Tamara, ngga papa kan saya ikut gabung nemenin
abang main?'
Mereka berebutan mempersilahkan Tamara duduk dekat mereka, dan segera jakun mereka naik turun, karena Tamara duduk dengan bersilang kaki hingga keindahan pahanya bebas dinikmati mereka.

Lalu Tamara berkata, 'bang, saya ikut main,ya biar rame', mereka hanya bisa mengangguk bego,
'tapi saya ngga bawa uang, gimana kalau taruhannya saya buka pakaian saya tiap kalah.'
Preman, pengemis dan pemulung tadi, segera mengangguk tanpa ragu, lalu mereka mulai
bermain, dan tak lama, Tamara menelan kekalahannya pertama, dengan santai ia bangkit, membuka dengan sensual sackdressnya, membiarkan para partner perminanya, melotot hingga mata mereka mau keluar dari rongga matanya.

Tamara hanya memakai g-string transparan, dan payudaranya menantang bebas, ia sama sekali tidak risih.
Ia melihat kalau para lelaki itu sudah tidak konsentrasi, pandangan bernafsu mereka nyata.

Tamarapun mengerti, dengan jari telunjuknya dan senyum binal ia memanggil mereka.
Ketiga pria itu langsung menyerbu tubuh mulus Tamara, ciuman, jilatan, remasan dan rabaan membanjiri tubuhnya, tak ada sejengkalpun terlewat. Tamara dengan liar membalas rangsangan mereka, ia malayani ciuman bernafsu mereka, dan tanpa sungkan ia jongkok, membuka celana lusuh ketiga lelaki tersebut, dan memberikan oral terhebat yang pernah dirasakan ketiganya.

'edaaaaan, sepongan mbak Tamara memang hebat', lenguh sang preman ketika Tamara asyik men deep throathnya, sambil dua tangan indahnya melakukan hand job untuk sang pemulung dan pengemis, 'edan, tangannya mulus banget', desah mereka.

Bergantian tiga penis tadi masuk dalam tenggorokan Tamara, mereka menekankan wajah Tamara ke selangkangan mereka, hingga hidung mancungnya tertanam di bulu kemaluan mereka yang tak terawat itu. Mereka begitu menikmati pelayanan Tamara, mereka tak menyadari titik air mata yang keluar dari mata indah Tamara.

Ia sengaja memilih jalan ini, ia merasa sudah hancur, 'maka biarlah aku sekalian berkubang dalam lumpur kenistaan' batin Tamara, sambil merasakan perihnya kerongkongannya menerima gempuran penis yang dengan kasar membombardirnya.

Lalu mereka membaringkan Tamara di atas hamparan kardus, temapt mereka main kartu tadi, mereka berlomba menjilat, mencium dan menggerayangi tubuh Tamara yang masih sexy itu walaupun usianya sudah lebih 30 tahun.

Vaginanya yang terawat, menjadi bulan-bulanan ketiganya yang bergantian menjilat, mencium dan mengaduknya dengan kasar.
Tamara menyembunyikan ringisan nyeri dengan rintihan manja, yang mebuat ketiganya makin bernafsu, keren merasa bisa membuat seorang Tamara Blezinsky terangsang oleh permainan mereka.

Sang preman sudah tak sanggup bertahan, ia lalu menyampirkan kaki jenjang Tamara, ke
bahunya, dan tanpa basa-basi menghujamkan penisnya ke vagina sang artis idola.
Rasa sakit dan nyeri segera menyengat Tamara, karena vaginanya sebenarnya hanya basah oleh liur pria-pria itu, bukan karena terangsang, namun dari mulut sexynya terlontar, 'aaaaahhh, yesssss, enak banget, mas.... penismu benar-benar muasin aku..., ayo genjot aku sayang', desah Tamara lirih.

Sang preman langsung menggenjot tubuh Tamara tanpa ampun, sakitnya benar-benar terasa, namun Tamara menutupinya dengan mengeluarkan erangan manja, dan bukan hanya
vaginanya, payudaranyapun sakit karena diremas dan digigit dengan brutal, namun expresi sang idola yang seperti menikati, membuat mereka makin brutal lagi.

Lalu mereka berganti posisi, Tamara sekarang melakukan WOT, lalu sang pengemis, mengambil posisi di belakang Tamara.
Anus Tamara sresa terbakar ketika kepala penis sang pengemis menerobos masuk anusnya, dalam lenguhnya yang ditahan Tmara menjerit, 'iiiiiiiyyyyyaaaaaaaaaa, hajar anuuuussss kuuu.... sodomi akuuuu', desisnya menahan sakit. Dan perihnya benar-benar hampir membuat Tamara tak sanggup lagi berpura-pura, terlebih ketika dengan brutal mereka mulai bergerak di vagina dan anusnya.

Pemulung itu juga minta jatah, dan sebuah tontonan erotis tersaji bebas, dimana Tamara sang artis idola, digumuli olah tiga orang kasar, dekil, dan lusuh, di ketiga lubang kenikmatannya. Dan meleka melakukannya bergatian, hingga ketiganya masing masing merasakan semua lubang di tubuh Tamara.
Tamara berada dalam posisi misionaris, ketika ia melihat ada tiga orang gelandangan yang datang mendekat dengan penis teracung, 'biarlah...' seru Tamara dalam batinya, 'biarlah...'

Tamara pasrah bila kemudian akan datang lagi banyak orang-orang pinggiran itu untuk
menikmati tubuhnya, namun ketika para gelandangan tadi ingin melakukan ronde ke tiga, raung sirine membuat mereka lari tunggang langgang. Namun Tamara hanya diam, ia menanti mobil satpol pp itu datang.

Ia membiarkan satpol pp menjaringnya, ia tidak mau mengenakan pakainannya, ia lebih ingin bugil. Tamara melihat puluhan blitz dan cahaya kamera menyoroti tubuh telanjangnya, mengabadikan kesexyannya, dan mungkin sekarang banyak orang menyaksikannya karena ia tau beberapa TV melakukan siaran langsung, Tamara tidak peduli, ia tidak mau menutupi tubuhnya, bahkan ia angkat wajahnya dan membiarkannya terekam jelas oleh kamera.

Sesaat sebelum naik ke mobil patroli. Tamara membalikkan tubuhnya menantang kamera dan berteriak mengeluarkan emosinya.
'Lihat aku, puas kalian semua!', bentaknya.
'Ini kan yang ingin kalian lihat? Tamara yang rusak? Tamara yang penzinah?'
'Ini kan yang ingin kalian lihat? nih payudaraku yang pernah diberi gelar payudara terindah di Indonesia!' serunya sambil membusungkan payudaranya yang memerah akibat remasan kasar orang-orang liar tadi, bahkan putingnya meneteskan darah.

'Ini vagina yang selalu diincar laki-laki', serunya sambil mengangkangkan kakinya,
mempertontonkan vagina yang menganga setelah berkali-kali dihajar penis, dan membiarkan sperma yang berlelehan, turun ke pahanya.
'Ini bokong indahku', katanya sambil nungging ke arah kamera.

'Puas kalian? Puas!' Bentak Tamara, sebelum berbalik ke arah mobil patroli, Ia merasakan keheningan, tak ada bunyi blitz, cahaya kamera mendadak padam, bahkan tak ada satu orangpun merubungnya memintanya berkomentar.

Tamara menolak duduk di muka, ia memilih duduh di bak belakang, mengangkangkan kakinya menantang. membiarkan tubuhnya menjadi tontonan banyak orang.
Dan ketika mobil itu akhirnya melaju. Tak ada satupun pengejar berita yang mengejarnya, semua terdiam, tercenung.

Benarkah mereka yang menjadikan Tamara seperti itu?
Ataukah Tamara memang sudah hancur?